Sesungguhnya yang terpenting dalam menggambar adalah ekspresi. Belum tentu harus mirip, tapi juga tak boleh melenceng jauh. Menggambar sebenarnya adalah membebaskan pikiran kita melalui warna-warni di atas kertas.
—Guru gambar Qiu kepada murid-murid sekolahnya, Prince of Tears (2009)
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
These are the few ways we can practice humility:
To speak as little as possible of one’s self.
To mind one’s own business.
Not to want to manage other people’s affairs.
To avoid curiosity.
To accept contradictions and correction cheerfully.
To pass over the mistakes of others.
To accept insults and injuries.
To accept being slighted, forgotten and disliked.
To be kind and gentle even under provocation.
Never to stand on one’s dignity.
To choose always the hardest.
—Mother Teresa (1910–1997), The Joy in Loving: A Guide to Daily Living
Perilaku yang baik pada hakekatnya adalah ketiadaan-diri, ketiadaan aku. Perilaku itu menampakkan diri dalam kesantunan, dalam ketenggangrasaan terhadap orang lain, dalam sikap mengalah tanpa kehilangan integritas.
―J. Krishnamurti (1895–1986)
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Sering kali pikiran kita bertengger di masa lampau atau di masa depan. Dan kita tidak mendengar burung-burung bernyanyi, merasakan embusan angin, atau memandang birunya langit. Introspeksi melalui meditasi membawa seseorang melihat ke dalam dirinya, hidup bersanding dengan lingkungannya, serta memperoleh kedamaian batin kendati pun sedang terjadi kekacauan dan kebingungan di sekitarnya.
—Huang Chih-chun, Direktur Musik U-Theatre
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Seni adalah karya manusia yang mengomunikasikan pengalaman-pengalaman batinnya, pengalaman batin tersebut disajikan secara indah atau menarik seningga merangsang timbulnya pengalaman batin pula pada manusia lain yang menghayatinya. Kelahirannya tidak didorong oleh hasrat memenuhi kebutuhan pokok, melainkan merupakan usaha melengkapi dan menyempurnakan derajat kemanusiaannya memenuhi kebutuhan yang sifatnya spiritual.
—Soedarso (1936–2008)
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Sebuah sekolah, bagaimana pun juga, adalah tempat di mana siswa merasa bahagia, tidak dibentak-bentak, tidak ditakuti oleh ujian-ujian, tidak dipaksa untuk berbuat sesuai dengan pola, dengan sistem tertentu. Sekolah ialah tempat di mana diajarkan seni belajar. Jika siswa tidak bahagia, ia tidak akan mampu belajar perihal seni itu.
—J. Krishnamurti (1895–1986), Surat untuk Sekolah, 15 Januari 1979
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
The Dao gave birth to the One.The One gave birth to the Two.The Two gave birth to the Three.The Three gave birth to the ten thousand things.The ten thousand things carry yin on their back and embrace yang.Through the blending of qi, they arrive at a state of harmony.
—Tao Te Ching, Bab 42 (Teori Penciptaan)
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Seharusnya profesorlah yang mengajar mata kuliah dasar (mata kuliah tingkat 1 atau 2), karena pada tingkat itulah fondasi dasar ilmu dibangun.
—Sudjoko (1928–2006), tentang pendidikan seni rupa dan desain di perguruan tinggi
Seni Rupa Baru mencita-citakan suatu perkembangan seni rupa yang “Indonesia”, dan mengutamakan pengetahuan tentang sejarah seni rupa Indonesia sendiri, yang berawal dari masa Raden Saleh. Mencita-citakan perkembangan seni rupa yang didasari oleh tulisan dan teori orang Indonesia sendiri.
—Lima jurus gebrakan Gerakan Seni Rupa Baru Indonesia, No. 4
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Persinggahan Sementara (5)
Dan bila saya masih memakai sepatu sandal—sandal jepit lagi—janganlah itu dianggap sebagai perlawanan seorang satria Jawa terhadap rajanya yang “sekti mandraguna mukti wibawa” tetapi sekadar karena saya tidak melihat manfaat yang lebih mulia dari sepatu bally atau apache yang lagi ngetop hari-hari ini. Karena memang demikianlah saya, enak kepenak sajalah memakai jas dan dasi dan bersepatu sandal ...
—Darmanto Jatman (l. 1942)
Pada suatu hari, dalam perjalanan ke sebuah pesta perkawinan di Keraton Surakarta, dari jendela kereta api sang Pangeran melihat ke luar. Di bentangan sawah, sejumlah manusia berkeringat, bersusah payah, mencari sesuap nasi. Sementara itu di gerbong itu ia duduk dengan megah dan nyaman: kenikmatan yang diperolehnya semata-mata karena ia dilahirkan di suatu tempat yang tak harus diraih. Bisakah ia berbahagia?
—Marcel Boneff, menceritakan kembali kejadian yang telah mengubah arah kehidupan Ki Ageng Soerjomentaram, dalam tulisannya Ki Ageng Suryomentaraman, Javaneses Prince and Philosopher (1892–1962), Jurnal Archipel, Nomor 16, 1978, hal. 175-203.
Yang menangis adalah yang berpunya. Yang berpunya adalah yang kehilangan. Yang kehilangan adalah mereka yang ingin.
—Ki Ageng Soerjomentaram (1892–1962)
Money doesn’t mean anything to me. I’ve made a lot of money, but I want to enjoy life and not stress myself building my bank account. I give lots away and live simply, mostly out of a suitcase in hotels. We all know that good health is much more important.
—Keanu Reeves (l. 1964)
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Nada dalam Tautan Bidang-Bidang (1)
Ada satu hikmah yang saya ambil, bahwa dalam berkesenian, kita perlu menyediakan ruang khusus saat uang dan perolehan popularitas bukanlah spirit utamanya. Kita perlu masuk dalam rongga yang hanya mempertanyakan kemampuan seni dan kesungguhan. Di situlah kita akan diuji apakah kita seorang seniman, atau bukan.
—Catatan Chrisye mengenai album Guruh Gipsy dalam buku Chrisye: Sebuah Memoar Musikal, 2007
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Mengikuti Jalan (1)
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Mengikuti Jalan (2)
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Mengikuti Jalan (5)
Shigeo Fukuda dikenal karena poster-poster sarkastisnya yang mengadvokasi anti perang dan lingkungan hidup, yang mengekstrak gagasan-gagasan kompleks menjadi citraan-citraan bagai kesederhanaan suatu logo. Ia pakar dalam mengomunikasikan pesan memakai elemen-elemen grafis secara minimal. Walau mengagumi tradisi cetak balok kayu (woodblock) Jepang, kesederhanaan gayanya itu universal, simbolismenya menjembatani perbedaan-perbedaan kultural.
Digital technology has removed much of the tactile experience in just a few decades. But touch has been an important part of how we have understood the world throughout our entire history. Using traditional drawing tools keeps us rooted in the tangible world. So, now and then, be hands-on to get a more comprehensive understanding of what you are creating.
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Keheningan yang Berbicara (2)
Sluman Slumun Slamet adalah bagian dari bahasa Jawa dan itu ada kaitannya dengan gaya saya yaitu berbuat karena senang berbuat.
—Slamet Abdul Sjukur, 2014
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Keheningan yang Berbicara (3)
The only problem I have is not having a problem. My advice to the young is to seek the new, to live and enjoy the moment, to maintain the spirit of togetherness.
—Slamet Abdul Sjukur (1935–2015)
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Perjalanan Kembali (1)
Perjalanan Kembali (2)
Perjalanan Kembali (3)
Perjalanan Kembali (4)
Sang Maestro dengan Tempo Allegro
Bebas dari yang Dikenal (1)
Bebas dari yang Dikenal (2)
Bebas dari yang Dikenal (3)
Jalan Hantu Malam (1)
Jalan Hantu Malam (2)
Jalan Hantu Malam (3)
Jalan Hantu Malam (4)
Jalan Hantu Malam (5)
Tarian Alam Semesta (1)
Tarian Alam Semesta (2)
Tarian Alam Semesta (3)
Tarian Alam Semesta (4)
Tarian Alam Semesta (5)
Bersetubuh dengan Dua Dunia (1)
Bersetubuh dengan Dua Dunia (2)
...
Merawat Taman Bukan Tamannya (1)
Merawat Taman Bukan Tamannya (2)
...
Membaca alam adalah langkah pertama dalam menciptakan desain yang benar-benar berkomunikasi. [...] Alam adalah super-desainer, yang telah melalui masa milyaran tahun untuk memperhalus sistem kerjanya, pelajarilah pola dan simbol-simbolnya, pahamilah prinsip-prinsipnya yang terkait, dan terapkanlah dengan tepat dalam mendesain.
—Maggie Macnab, Decoding Design: Understanding and Using Symbols in Visual Communication (2008)
Pantheism. [Greek: Pan (meaning “all”) + Theos (meaning “god”)]. I feel God in everything.
—C. JoyBell C.
Buckminster Fuller (1895–1983) pernah menjelaskan kepada saya bahwa karena dunia kita dibangun atas hubungan-hubungan geometris seperti Rasio Emas (Golden Ratio) atau Bilangan Fibonacci (Fibonacci Series), dengan berpikir tentang geometri sepanjang waktu, Anda bisa mengatur dan menyelaraskan hidup Anda dengan struktur dunia.
—Einar Thorsteinn (1942–2015)
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Membaca Alam (2)
[...] Alam Semesta adalah gaung dari pikiran dan tindakan kita.
Hukum aksi-reaksi berlaku bukan hanya dalam fisika, tapi juga dalam hubungan antar-manusia. Kalau saya berlaku baik, saya akan menerima kebaikan. Kalau saya berlaku buruk, saya akan menerima keburukan [Lihat mengenai ‘rasa simetri’ pada Pola-pola semesta dalam praktik permakultur pada h. ..].
Apa yang diajarkan oleh kakek-nenek kita adalah murni kebenaran. Bahwa kamu akan selalu memperoleh apa yang kamu inginkan bagi orang lain. Menjadi bahagia bukanlah perkara takdir. Itu adalah masalah pilihan.
Berhati-hatilah akan pikiranmu karena itu akan menjadi perkataan.
Berhati-hatilah pada kata-katamu karena itu akan menjadi tindakan.
Berhati-hatilah pada tindakanmu karena itu akan menjadi kebiasaan.
Jagalah kebiasaanmu karena itu akan membentuk karaktermu.
Jaga karaktermu, karena itu akan membentuk nasibmu, dan nasibmu adalah hidupmu. [...]—Dalai Lama (1935), dari perbincangannya dengan Leonard Boff (1938), tokoh Teologi Pembebasan Amerika Latin
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Sungai-sungai adalah urat Tuhan, dan lautan adalah darahNya, dan pohon-pohon adalah rambutNya. Udara adalah napasNya, bumi adalah dagingNya, langit adalah perutNya, bukit-bukit dan pegunungan adalah susunan tulangNya, dan berlangsungnya zaman adalah gerakanNya.
—S’rîmad Bhâgavatam 2.1.32–33
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Train-set yang Apa Adanya (2)
Menggapai Kakilangit (1)
Menggapai Kakilangit (2)
Menggapai Kakilangit (3)
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
C O R E T A N
Bersua Kartini di Agora (1)
Bersua Kartini di Agora (2)
Yang Ditabur, yang Dituai (1)
Yang Ditabur, yang Dituai (2)
Yang Ditabur, yang Dituai (3)
Ketahanan dalam Keragaman (1)
Ketahanan dalam Keragaman (3)
Karena ‘Kita Sekalian Bersaudara’
Merajut Keterhubungan
Hoax (1)
Hoax (2)
Sang Petahana di Medan Tempur Jalatunda
Keteladanan Kesederhanaan Membangun Jiwa Merdeka
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Memahat Indonesia dengan Cinta
“Seasons of Life
Sometimes I fall
And feel myself slowly wilt and die,
But then I suddenly spring back on my feet
To go play in the sun outside.
I am no different than the weather,
The planets or the trees;
For there do not always have to be reasons
For the seasons turning inside of me.
The magnetism that swirls
In the sky, land, and sea
Are the exact same currents found twirling
In the electric ocean within me.
I am a moving vessel of energy.
And if my emotions do not
Flow up, down,
Within and around,
Then I am not alive.”
—Suzy Kassem, Rise Up and Salute the Sun: The Writings of Suzy Kassem
Tiap orang didesain untuk melakukan pekerjaan tertentu, gairah atas kerjanya itu ada di hatinya.
—Jalaluddin Rumi (1207–1273)
Kerjakan dengan bahasa Cinta, karena itu yang diinginkan setiap orang terhadap dirinya.
—Joko Widodo
Kerja adalah Cinta yang dinyatakan. Bila kau tak bisa bekerja dengan Cinta, melainkan dengan rasa tak suka, maka tinggalkanlah pekerjaanmu, dan duduk saja sambil menerima sedekah dari orang-orang yang bekerja dengan suka cita.
—Kahlil Gibran (1883–1931)
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Mengarungi Samudra Gender dalam Tradisi Lokal
Meski matahari tepat di atas kepala,
tak berbayang sinarnya di Barat
tak tampak cahayanya di Timur.
bagaikan dibendung cahaya matahari.
Bumi gelap gulita,
telapak tangan tak tampak,
pun tak terlihat wajah manusia.
Badai datang tanpa henti,
sabung-menyabung bunyi guntur,
sambar-menyambar lidah petir,
meluap-luap nyala kilat dewata.
Diusung badai Puang ri Lae-Lae
yang tinggal di lereng gunung Latimojong.
Diturunkan pula Wé Salareng dan Wé Appang Langiq,
Bissu yang dikukuhkan di Leteng Nriuq.
Setelah mendarat Puang Matoa
di lereng gunung Latimojong,
barulah badai dihentikan,
petir dan guntur berbalasan
dipadamkan, pun kilat menyala-nyala.
Barulah matahari bersinar cerah.
—Para Bissu Datang dari Dunia Atas, Cuplikan dari Sureq Galigo (I La Galigo, 2011)
We can easily forgive a child who is afraid of the dark; the real tragedy of life is when men are afraid of the light.
—Plato
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Mengonstruksi Identitas Diri dengan Narasi
To me, it’s not who you love… a man, a woman, what have you… it’s the fact that you love. That is all that truly matters.
—Al Pacino
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
In 2013 Kent moved to The Leaf Label, releasing her third solo album, Character, in March. Her album Asperities was released on Leaf on 30 October 2015. Kent spoke about the album in an interview, saying
"I was thinking about the concept of difficulty. Whether in life or in nature - of conflict, of being troubled. The idea of friction. Also in geology, an asperity is some part of a faultline that doesn’t move which can create an earthquake, which is quite an evocative concept…In the music there is an inherent sense of dissonance; that things are too close for comfort. More generally, it seems like a particularly dark time in the world right now, and I think that definitely had an influence too".
Julia Kent is a Canadian, New York City-based, Vancouver, British Columbia-born, cellist and composer. She has performed as a member of Rasputina and with Antony and the Johnsons.
She creates music using looped cello, found sounds, and electronics. In 2007, she released Delay, her first solo album, on Important Records. An EP, Last Day in July, was released for commercial distribution in 2010, and a second full-length record, Green and Grey, in 2011, on Tin Angel.
Source: Wikipedia
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
yaw itam it (If we)
awk haykyanayawk (dig precious things from the land)
yaw oova iwiskövi (we will invite disaster)
naanahoy lanatini (Near the day of Purification)
naap yaw itamit hiita kya-hak (there will be cobwebs)
hiita töt sqwat angw ipwaye (spun back and forth)
yaw itam hiita qa löl mat awkökin (in the sky)
yaw yannak yangw sen kisats (A container of ashes might one day be thrown from the sky)
köö tsaptangat yaw (which could burn the land
töövayani oongawk (and boil the oceans)
Koyaanisqatsi (life out of balance)
Source: Musixmatch » https://www.musixmatch.com/lyrics/Philip-Glass/Prophecies/translation/english
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
My heart's in the Highlands*
My heart's in the Highlands, my heart is not here;
My heart's in the Highlands a-chasing the deer
A-chasing the wild-deer, and following the roe,
My heart's in the Highlands wherever I go.
Farewell to the Highlands, farewell to the North,
The birth-place of Valour, the country of Worth;
Wherever I wander, wherever I rove,
The hills of the Highlands for ever I love.
My heart's in the Highlands, my heart is not here;
My heart's in the Highlands a-chasing the deer;
A-chasing the wild-deer, and following the roe,
My heart's in the Highlands wherever I go.
Farewell to the mountains high covered with snow;
Farewell to the straths and green valleys below;
Farewell to the forests and wild-hanging woods;
Farewell to the torrents and loud-pouring floods.
My heart's in the Highlands, my heart is not here;
My heart's in the Highlands a-chasing the deer;
A-chasing the wild-deer, and following the roe,
My heart's in the Highlands wherever I go.
*) A 1759 Scottish poem by Robert Burns; music based on the arrangement of Arvo Pärt.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar