8.12.17

Cakapan dengan Maydina Zakiah Siagian untuk Situs Indonesia Kreatif

Dalam presentasi DGI di FGDexpo, 26–29 September 2013.



1. Sejak kapan bapak mulai berkarya?

Sejak saya memulai studi saya, 1972, di Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia (STSRI) "Asri", Yogyakarta. Seusai masa studi, 1975, saya ke Jakarta, dan bekerja di biro iklan "Matari", 1976. Garis besar catatannya bisa dikuti melalui CV yang dipublikasikan di situs pribadi: "in quotes" » http://hannykardinata.wordpress.com/. Yang belum sempat di update pada CV itu adalah beberapa aktivitas di 2013, seperti:

Sebagai Juri pada Lomba Maskot KPU (Komisi Pemilihan Umum) untuk Pemilu 2014.
Sebagai Kurator RBDI (Reka Baru Desain Indonesia) 2013  untuk Kategori DKV yang diselenggarakan oleh Kemenparekraf. 


2. Karya-karya apa saja yang telah bapak hasilkan?

Desainer grafis angkatan '70 saat itu masih 'dituntut' menghasilkan segala jenis karya grafis, mulai dari ilustrasi hingga logo, poster, buku, dsb. Terlampir link ke sebagian karya saya yang dipajang di rubrik "Gallery" bersama rekan-rekan sezaman (diklik pada bagian yang mencantumkan nama saya saja):

http://dgi-indonesia.com/illustration/
http://dgi-indonesia.com/logo-1980-1989/
http://dgi-indonesia.com/books-1980-1989/
http://dgi-indonesia.com/poster-1980-1989/
http://dgi-indonesia.com/logo-1990-1999/
http://dgi-indonesia.com/books-1990-1999/
http://dgi-indonesia.com/catalogs-2000-2009/

[Catatan: Dewasa ini situs dgi-indonesia.com sudah tidak dipakai lagi, diganti dengan dgi.or.id. Tapi belum semua artikel bisa dimigrasikan.]


3. Bisa diceritakan proses bapak dalam berkarya sehingga menghasilkan karya-karya seperti sekarang ini?

Hingga periode 1980-an, saya mengerjakan semuanya sendiri, mulai dari merancang konsep hingga mengeksekusinya. Pada pertengahan 1980-an–pertengahan 1990-an saya lebih banyak memikirkan konsep, kerja eksekusi 'diambil alih' oleh asisten-asisten saya di biro grafis "Citra Indonesia" (lihat CV). Lalu karena merasa tidak lagi mempunyai karya yang murni saya kerjakan sendiri (dari konsep hingga hasil akhirnya), maka sejak pertengahan 1990-an – pertengahan 2000-an saya kembali mengerjakan semuanya sendiri (lihat CV).

Khusus mengenai teknik menggambar, kebanyakan ilustrasi saya kerjakan dengan menggunakan teknik dry brush (kuas kering), sebuah teknik yang saya temukan sendiri saat masih studi di STSRI "Asri".


4. Dari berbagai karya yang ada, karya mana yang paling berkesan?

Poster "Buatan Indonesia. Mengapa Tidak?", 1987 » http://dgi-indonesia.com/poster-1980-1989/

Poster ini dipilih sebagai juara pertama lomba poster yang diadakan oleh Kementerian UP3DN (Urusan Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri), ITB (Institut Teknologi Bandung), dan P3I (Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia), serta diikuti oleh ratusan desainer grafis masa itu karena hadiahnya yang terbesar sepanjang masa (kala itu). 

Berkesan sekali, karena pada awalnya saya justru tidak pernah berniat mengikuti lomba ini. Ceritanya, hampir semua desainer di biro grafis saya mengikuti lomba tersebut. Salah seorang darinya, menunjukkan sketsa-sketsanya kepada saya agar mendapat masukan. Setelah memberikan beberapa komentar, untuk beberapa saat lamanya pikiran saya jadi terus terfokus untuk memikirkan solusi-solusi yang lebih baik. Akhirnya saya juga membuat beberapa sketsa, yang kemudian saya berikan kepada asisten desainer saya itu untuk dia eksekusi atas namanya. Tapi hingga beberapa hari menjelang waktu penutupan lomba, saya lihat dia masih asyik mengerjakan karyanya sendiri. Sketsa saya itu saya minta kembali dan saya kerjakan sendiri di rumah. Dan ternyata kemudian karya itu menang!


5. Karya yang paling disukai/niat membuatnya?

Ilustrasi Guruh Sukarnoputra, 1979 » http://dgi-indonesia.com/illustration/

Ilustrasi ini merupakan pesanan Guruh bagi materi promosi pergelaran perdana Swara Maharddhika (poster, sampul kaset, dsb.). Karena formatnya yang besar, saya mengerjakannya bergantian di meja gambar dan di lantai. Di meja gambar untuk detailnya, sementara di lantai untuk mengontrol 'irama musik' yang saya harapkan muncul pada ilustrasi ini. Seluruhnya saya kerjakan dengan teknik dry brush, menggunakan kuas cat minyak tapi dengan media poster color, teknik menggambar yang saya temukan ketika saya masih studi di STSRI "Asri".


6. Bisa diceritakan sedikit tentang perjalanan hidup bapak hingga seperti sekarang ini?

Kesenangan saya menggambar mungkin saya warisi dari ayah saya, tapi dengan perfeksi yang masih jauh di bawahnya. [Lihat: Jalan Membebaskan (1)]. Kata ibu saya, kalau saudara-saudara saya menghabiskan waktu mainnya dengan memanjat pohon, naik atap rumah, dan bermain layang-layang (misalnya), saya hanya menggambar saja di meja di kamar saya. Saya sering membuat komik bersambung yang kemudian dibaca secara bergiliran oleh teman-teman saya di sekolah (SMP). Di antara teman-teman SMA saya satu-satunya yang melanjutkan ke pendidikan seni rupa—catatan: belakangan saya ketahui ada dua teman SMA saya yang juga memilih fakultas yang sama, Hari Yong Condro [Lihat: Bersetubuh dengan Dua Dunia (1)] dan Watie Moerany. Seperti ikan yang baru ketemu air, saya merasa telah memilih jurusan yang tepat. Masa kuliah menjadi masa yang bahkan jauh lebih menyenangkan daripada masa SMA.


7. Siapa yang menginspirasi bapak dalam berkarya? Bagaimana dengan keluarga? Apakah mendukung?

Tentu keluarga mendukung. Tapi saya tidak bisa mengingat siapa yang telah menginspirasi saya. Saya kira saya banyak membaca buku—buku apa saja: desain, seni, budaya, filsafat, psikologi, sastra, musik, juga komik, cerita silat, dll.—yang kesemuanya itu pasti ada pengaruhnya [catatan: belakangan saya ingat pada buku Koleksi Lukisan dan Patung Presiden Soekarno (5 jilid) yang dibelikan oleh ayah saya yang telah menumbuhkan kecintaan saya pada seni rupa].


8. Momen apa yang paling berkesan dalam hidup bapak? Titik tolak bapak hingga bisa seperti sekarang ini?

Masa–masa kuliah di "Asri" (1972–1975).
Seusai studi dan berkarya di Jakarta (1976–1983), dimana saya bertemu dengan beberapa orang hebat: seniman, budayawan, sejarawan, dsb.

Titik tolak terpenting terjadi pada periode 2000-an saat dimana kondisi penglihatan saya mulai menurun dan menurun terus. Saya tidak bisa lagi membuat ilustrasi, yang pada umumnya membutuhkan sentuhan detail pada pengerjaannya, terutama bila menggunakan teknik dry brush. Pada saat itu teknologi blog mulai populer di Indonesia. Dalam keadaan banyaknya waktu senggang ketika itu, saya mulai mengetik ulang kliping-kliping yang saya kumpulkan mengenai desain grafis Indonesia sejak 1980–1990-an, dan menerbitkannya satu persatu di sebuah blog yang saya beri nama "Desain Grafis Indonesia". Itulah saat kelahiran situs DGI, dimulai pada tanggal 13 Maret 2007.


9. Nilai apa yang bapak pegang dalam kehidupan bapak selama ini?

Nilai-nilai kebaikan. Berbuat baiklah selalu bagi negeri kita ini.


10. Apakah impian bapak kini telah tercapai semua kini?
11. Jika belum, hal apa yang ingin dicapai selanjutnya?

Saya mengumpulkan catatan-catatan mengenai desain grafis Indonesia dan sekarang sedang merangkainya ke dalam sebuah buku. Kalau ini bisa diterbitkan pada tahun depan maka sebagian cita-cita saya akan terwujud, yaitu memiliki Sejarah Desain Grafis Indonesia. Cita-cita lainnya yang belum terealisasi adalah Museum Desain Grafis Indonesia. Lahan yang semula direncanakan untuk MDGI, yaitu Chandari di daerah Ciganjur, ternyata tidak bisa dibangun karena berada di daerah resapan air DKI.


12. 3 kata yang menggambarkan diri bapak?

Ini sulit sekali, saya kira orang lain yang lebih bisa menggambarkannya :-)


13. Tips dan trik untuk para generasi muda agar kreatif?

Jangan lupa membaca sejarah, siapa tahu apa yang kita hasilkan yang kita anggap sebagai inovasi itu sebetulnya sudah ada yang membuatnya bertahun-tahun yang lampau. Pada pendapat saya, sejarah desain grafis adalah perjalanan evolusi ide-ide atau nilai-nilai. 


14. The best quote yang menginspirasi bapak dalam berkarya? 

Awal yang sederhana bisa membawa manfaat yang lebih besar bila dijalani dengan tekun dan konsisten.


15. Melihat serangkaian prestasi bapak di berbagai bidang,di antara berbagai peran yang melekat pada diri bapak, bapak ingin dikenal sebagai apa? penulis/desainer/atau apa pak?

Rasanya saya tidak pernah memikirkan ini, saya berjalan mengalir saja. Tapi saya memang desainer grafis, juga sedang belajar menulis, terutama mengenai sejarah desain grafis Indonesia.

Kemudian pak terkait dengan DGI, hal apa yang ingin dicapai kelak dari DGI? Dan bisa dijelaskan proses transformasi DGI menjadi penerbit buku?

Dengan memanfaatkan teknologi virtual, DGI mengumpulkan dan menyampaikan informasi mengenai desain grafis Indonesia secara merata dan berkesinambungan ke seluruh Indonesia –juga dunia– yang kelak akan diwujudkan secara fisik dalam bentuk Museum Desain Grafis Indonesia (MDGI). Selain sebagai media, DGI juga berfungsi sebagai pusat data (database), terbagi atas data visual dan data verbal. Data visual terdiri atas:Online Gallery (1930-1939, 1940-1949, 1950-1959, 1960-1969, 1970-1979,1980-1989, 1990-1999, 2000-2009, 2010-2019), Online Exhibition, Portfolio & Inspiration dsb., dan data verbal terdiri atas: Profile, Article, Academic Writing,History, School & College dsb., serta gabungan keduanya: News & Event,City Creative Diary, Designer’s Diary, dsb.  

Setelah 6,5 tahun lebih (sejak 13 Maret 2007) data yang terkumpul di situs DGI (http://dgi-indonesia.com/) tentu sudah cukup banyak. Timbul gagasan untuk merangkai seluruh data itu dan menerbitkannya dalam bentuk buku. Saya memulai penulisan buku "Desain Grafis Indonesia dalam Pusaran Desain Grafis Dunia" pada Juli 2012 dan berlangsung terus setiap hari hingga sekarang, sambil mencari jalan guna menerbitkannya sendiri. Selain itu, saya juga sudah harus memikirkan keberlanjutan DGI, tidak mungkin lagi DGI saya kelola sendiri terus. Sekitar Agustus 2013 saya bertemu Ismiaji Cahyono dan isterinya, Citra Lestari. Mereka sepakat untuk melanjutkan DGI. Kebetulan rumah, sekaligus studio, mereka baru pindah ke Bintaro, berdekatan dengan tempat tinggal saya. Hal ini tentu memudahkan proses komunikasi. Maka rencana mendirikan DGI Press pun dimatangkan. Henricus Kusbiantoro merancang desain logonya. Pada 25 Oktober 2013, DGI Press resmi terdaftar sebagai penerbit di Perpustakaan Nasional. Buku perdana DGI Press adalah karya Vincent Hadi Wijaya: "Perspektif: 19 Desainer Grafis Muda Indonesia", sebuah publikasi yang mengangkat wacana desain grafis melalui pemikiran 19 desainer grafis muda Indonesia.

Referensi mengenai DGI:


NB: Jikalau pertanyaan-pertanyaan di atas terlalu banyak pak, kapan kira-kira bapak ada waktu untuk diwawancara secara tatap muka

Kondisi kesehatan saya masih belum stabil, saya belum siap bertemu dalam waktu dekat ini. Kalau jawaban saya di atas masih ada yang kurang, silakan menghubungi saya kembali via email dan saya akan mencoba menyempurnakannya. 

Terima kasih atas kesediaannya yah pak utk menjadi nara sumber.Jikalau ada cv ataupun foto terkait, bisa turut disertakan.

Terima kasih juga atas kesempatannya, semoga bermanfaat.

CV bisa di copy dari 
http://hannykardinata.wordpress.com/. Foto hanya ada seadanya yang kebetulan diambil oleh terman-teman pada berbagai kesempatan (terlampir).



*** 

Tidak ada komentar:

Unggulan

Merajut Keterhubungan

Sebuah esai merespons tema pameran Forum Grafika Digital 2017 (FGDexpo 2017), Connectivity (Jakarta Convention Center, 24–27 Agustus 2017). ...