19.1.18

Penciptaan sebagai Proses Berkelanjutan

Indonesian Graphic Design Award 2

Wujud penghargaan bermartabat bagi insan Desain Grafis Indonesia (praktisi dan akademisi) atas pencapaian kualitas karyanya yang diselenggarakan setiap 2 tahun di Indonesia.

IGDA diselenggarakan agar tercipta suatu standar yang menjadi tolok ukur (benchmark) bagi kualitas desain grafis Indonesia – yang setiap tahunnya dinyatakan kepada publik nasional dan internasional – sehingga kelak eksistensi desain grafis Indonesia bisa diperhitungkan di dunia internasional. Selain itu secara sistematik diharapkan terjadi pendokumentasian karya-karya desain grafis Indonesia untuk kelak diwujudkan dalam bentuk Museum Desain Grafis Indonesia yang berfungsi sebagai pusat studi dan pengembangan desain grafis Indonesia.

Minggu, 27 Agustus 2017

FGDexpo 2017
Plenary pre-function, Hall B
Jakarta Convention Centre.
Jl. Gatot Subroto, Senayan, Gelora, Kota Jakarta Pusat,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10270, Indonesia.


“Pemberian penghargaan, bukankah ini langkah awal menuju kuburan? Penghormatan tinggi terhadap seseorang yang masa lalunya patut mendapat sanjungan, bukankah pertanda yang tegas bahwa penghormatan hanya diperuntukkan pada masa lalu orang itu? Sepertinya dia akan mati untuk menjadi orang yang berarti?” Slamet Abdul Sjukur (1935–2015)

Kutipan di atas adalah bagian dari pidato komponis besar itu, berjudul Terima Kasih kepada Kuburan. Ungkapan hatinya ini disampaikan pada seremoni penganugerahan penghargaan L’Officier de l’Ordre des Arts et des Lettres (Tokoh dalam Bidang Seni dan Sastra) dari Pemerintah Perancis, 24 Oktober 2002 di tempat kediaman Duta Besar Perancis di Jakarta. 

Dilanjutkannya: 

“Penghargaan yang mendebarkan yang dipasang di atas kuburan ini justru membuat saya semakin mengagumi kehidupan, kerapuhannya yang membingungkan, keindahannya yang hanya sesaat...” [Lihat: Keheningan yang Berbicara (1)]

Dan Slamet pun seperti hendak menunjukkan bahwa ia tak lalu ingin ‘mati menjadi orang yang berarti’. Hingga detik-detik terakhir hidupnya ia terus mencurahkan segenap hatinya untuk musik, musik, dan musik. Bahkan dalam kondisi sakit dan tak berdaya di rumah sakit, kepada beberapa murid yang menungguinya ia masih sempat menyampaikan kerinduannya untuk mengajar, menyelesaikan karyanya yang belum selesai, serta masih ingin berbagi ilmu kepada siapa saja.

Penghargaan-penghargaan baginya tak pernah menundanya berkarya. Penghargaan atas penciptaan dipandangnya bukan sebagai “batas” atau “akhir” dari perjalanan, melainkan sebagai ‘keindahan yang hanya sesaat’. Penciptaan berlanjut, seperti halnya kreasi Alam Semesta, sebagai sebuah proses yang terus berjalan setiap saat. Sebagai serial dari awalan-awalan, bukan akhiran. 

“Keindahan kehidupan adalah sebuah proses, bukan suatu keadaan. Sebuah arah, bukan tujuan.” —Carl Rogers (1902–1987)

Hanny Kardinata
Desain Grafis Indonesia (DGI)


*) Kata Pengantar ajang penganugerahan Indonesian Graphic Design Award (IGDA) 2, 27 Agustus 2017

.  .  .  .  .  .  .  .  .  .  .  .  .  .  .  .  .  .  .  .  .  .  .  .  .  .  .  .  .  .  .  .  .  .  .  .  .  .  .  .  .  .  .  .  .  .  .  .  .  .  .  .  .  .  .  .  
.  .  .  .  




***

Tidak ada komentar:

Unggulan

Merajut Keterhubungan

Sebuah esai merespons tema pameran Forum Grafika Digital 2017 (FGDexpo 2017), Connectivity (Jakarta Convention Center, 24–27 Agustus 2017). ...